FRIEDRICH NIETZSCHE

Oleh : Muh Aniq Fahmi*


PENDAHULUAN

Merurut, Rene Descartes filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Di Barat, pada era Kristiani awal, filsafat begitu tertidur lelap. Tidur lelap ini menciptakan “bunga-bunga tidur” skolatisisme dalam dunia filsafat. Filsafat akhirnya di bangunkan dengan “kasar” di abad pertengahan oleh Descartes dengan deklarasinya “Cogito ergo sum”(aku berfikir maka aku ada).
Kemudian pada abad ke 18 Kant terjaga dari “tidur dogmatis”-nya dan melahirkan sistem yang bahkan lebih besar dari pada sistem yang telah didengkurkan di sepanjang Abad Pertengahan. Hegel membuat sendiri sebuah ranjang besar empat plakat-nya yang sistematis. Schopenhauer memutuskan untuk mencoba arah lain dan memperkenalkan suatu tiupan angin filsafat Timur. Semua hal itu yang membuat Nietzsache terbangun, dan memplokamirkan suatu filsafat.
Bersama Nietzsche, filsafat kembali menjadi sangat berbahaya. Jika dalam abad-abad sebelumnya, filsafat hanya berbahaya bagi kalangan para filsuf. Di tangan Nietzsche, filsafat menjadi sangat berbahaya bagi semua orang. Filsafat Nietzsche di kenal sangat kontroversial.
Hal itulah, yang menimbulkan ketertarikan penulis untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah kehidupan Nietszche dan pemikiran serta pengaruhnya pada masyarakat modern. Dan untuk itu, penulis menyajikah makalah ini

PEMBAHASAN
FRIEDRICH NIETZSCHE

1. Biografi singkat Nietzsche
Friedrich Wilhelm Nietzsche lahir pada tanggal 15 Oktober 1844 di Röcken. Beliau dinamakan Friedrich Wilhelm karena hari kelahirannya sama dengan hari kelahiran Friedrich Wilhelm seorang raja Prusia yang sangat dihormati pada masanya, karenanya merupakan kebanggaan bagi Nietzsche kecil karena hari kelahirannya selalu dirayakan banyak orang. Kakeknya, Friedrich August Ludwig adalah pejabat tinggi dalam gereja Lutheran yang dapat disejajarkan dengan seorang uskup dalam gereja Katholik. Ayahnya, Karl Ludwig Nietzsche, adalah seorang pendeta di desa Röcken dekat Lützen.
Pada tahun 1849, ayahnya meninggal dunia, sejak itu ia di asuh di Naumburg, dan pada tahun 1850, adik laki-laki Nietzsche, Joseph, meninggal juga. Setelah kejadian tersebut keluarga Nietzsche pindah ke Naumburg yang merupakan kota asal nenek moyang Nietzsche. Dalam keluarga, Nietzsche merupakan laki-laki satu-satunya, anggota keluarga lainnya yaitu ibu, kakak perempuan, kedua tante dan nenek.
Pada usia 13,dia pindah ke asrama sekolah di Pforta.asrama sekolah ini merupakan salah satu yang terbaik di Jerman.nietzsche yang begitu di manja dan dikelilingi lingkungan religius, tumbuh sebagai “pendeta kecil”. Pada usia 18 tahun, ia mulai meragukan imannya. Pemikir berotak jernih ini tak tahan untuk tak memikirkan segala sesuatu yang tak pada tempatnya di dunia sekitarnya. Apabila Nietzsche merenung, ia selalu memastikan dirinya berada dalam keadaaan isolasi total. Di sepanjang hidupnya, pemikiran Nietzsche hanya di pengaruhi oleh sedikit sekali pemikir yang pernah hidup.
Pada tahun 1864 Nietzsche kuliah di Universitas Bonn untuk mempelajari teologi dan filologi klasik, dengan tujuan untuk menjadi pastur. Pada tahun 1865 Nietzsche memutuskan untuk tidak belajar Teologi, keputusan ini sangat erat hubungannya dengan keraguannya akan keimanannya dan tentunya mendapat tantangan dari ibunya, namun Ia pernah menulis surat bahwa “Jika engkau haus akan kedamaian jiwa dan kebahagiaan, maka percayalah, jika engkau ingin menjadi murid kebenaran, maka carilah…” dan pemikiran ini yang mendasari Nietzsche untuk menjadi freetihinker. Di Bonn ia hanya tahan selama 2 semester kemudian pindah ke Leipzig untuk belajar Filologi selama 4 semester, disini ia banyak mendapatkan penghargaan dibidang filologi dari universitas.
Tokoh yang mempengaruhi dari segi intelektualnya adalah Schopenhauer (1788-1860) dengan karyanya The World as Will and Ideas, 1819 yang dibelinya di toko buku bekas. Dan tokoh lainnya adalah Friedrich Albert Lange (1828-1875) dengan karyanya Sejarah Materialisme dan Kritik Maknanya pada Jaman Sekarang, 1866. Dari kedua karya ini sebenarnya satu sama lain bertentangan, buku yang ditulis oleh Schopenhauer mengungkapkan manusia secara utuh dan dengan perasaan, sedangkan yang ditulis Lange lebih menekankan pada sisi intelek saja dan pendekatannya lebih filosofis.
Pada tahun 1867-1868 Nietzsche mengikuti wajib militer untuk melawan Prancis, dan disana ia mendapatkan banyak pengalaman yang tak terduga dan masa dinasnya berakhir karena ia mengalami kecelakaan jatuh dari kuda. Setelah berakhirnya masa dinas militer, Nietzsche merasa studi filologi itu hambar dan mati, namun pendapat ini berubah setelah ia berkenalan secara pribadi dengan musisi Richard Wagner, dan dari sinilah Nietzsche memperoleh optimismenya kembali bahwa kebebasan dan karya yang jenius masih dapat dicapai asalkan diresapi oleh semangat Wagner.
Pada tahun 1869 ia mengajar di Universita Basel, Swiss dan mengajar disana selama 10 tahun kemudian berhenti karena kesehatannya memburuk. Ia mengajarkan Filologi dan bahasa Yunani. Sejak keluar dari Basel kondisi kesehatannya menurun, pada tahun 1870 ia mengalami sakit desentri dan difteri. Sakit mata dan kepala makin parah sejak tahun 1875, dan serangan yang paling parah pada tahun 1879 sehingga ia harus berhenti sebagai dosen.
Namuna selama masa istirahatnya Nietzsche malah semakin produktif dalam menulis karya-karyanya, pada tahun 1872 ia menulis The Birth of Tragedy out of the spirit of Music, tahun 1873-1876 ia menulis Untimely Meditations yang terdiri dari 4 bagian. Pada tahun 1878 diterbitkan buku Human, All-Too-Human, dan pada tahun 1879 ia mengeluarkan 2 karya yaitu Mixed Opions and Maxims dan The Wander and His Shadow. Pada tahun 1879 inilah kondisi Nietzsche sangat menurun sehingga ia harus mundur dari profesi dosen. Namun ia terus berkarya dimana pada tahun 1881 ia berhasil menerbitkan buku yang berjudul Fajar, Gagasan-gagasan tentang Praanggapan Moral, pada tahun 1882 diterbitkan Die Fröhliche Wissenschaft dan dalam buku ini ia memproklamasikan Tuhan telah mati (Gott ist tot). Pada tahun 1885 ia menulis Thus Spoke Zarathustra disini ia mengungkapkan gagasan Übermensch. Pada tahun 1886 ia menulis Jenseits von Gut und Böse, lalu ditahun berikutnya ia menulis buku yang berisi Kritik akan modernitas, ilmu pengetahuan modern, seni modern dan disusul oleh buku yang berjudul Zur Genealogie der Moral, Eine Streitschrift. Dan masih banyak lagi karya-karya Nietzsche yang belum diterbitkan seperti Pudarnya Para Dewa (1889), Antikristus (1895), Ecce Homo (1908).
Nietzsche mengakhiri hidupnya dengan kesendirian setelah keinginannya untuk menikahi Lou Salome tidak disetujui oleh kakak perempuannya, Elizabeth, karena rencana pernikahan yang melibatkan Paul Ree dimana mereka terlibat cinta segitiga. Akhirnya pada tanggal 25 Agustus 1900 Nietzsche menghembuskan nafas terakhirnya.
2. Filsafat Nietszche
Filsafat Nietzsche adalah filsafat cara memandang 'kebenaran' atau dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche juga dikenal sebagai "sang pembunuh Tuhan".. Walaupun demikian dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Justru sebaliknya yaitu sebuah filosofi untuk menaklukan nihilisme dengan mencintai utuh kehidupan, dan memposisikan manusia sebagai manusia purna Übermensch dengan kehendak untuk berkuasa ( Will to Power)
a. Tuhan Sudah Mati
Gilles Deleuze dalam buku, Filsafat Nietzsche (2002) mengemukakan bahwa frasa Nietzsche yang terkenal “Tuhan telah mati” sebagai salah satu pernyataan yang paling dikenal dari pemikiran Nietzsche. Sikap anti pada filsafat transenden, anti pada kepercayaan kebenaran mengatasi dunia fenomenal adalah salah satu pengaruh dari pemikiran Schoupenhauer yang dirumuskannya dalam bentuk yang lebih radikal dengan pernyataannya tentang kematian tuhan. Meskipun Schuopenhauer menolak kepercayaan pada suatu yang transenden, ia kemudian mengemukakan kepercayaan transenden lain dengan menyatakan, bahwa hanya ada satu kepercayaan yang pasti ‘di balik’ dunia fenomenal kita yaitu pertarungan terus-menerus yang penuh ‘gairah’ atau ‘Kehendak’. Nietzsche kemudian mengambil konsep ini, akan tetapi dengan mengemukakan “Kehendak untuk berkuasa’ sebagai prinsip dasar realitas
Puncak serangan Nietzsche itu akhirnya ia tunjukkan dengan pernyataannya yang paling terkenal “Tuhan telah mati” (God is dead). Dengan kematian Tuhan ia berharap terbuka ruang kebebasan bagi manusia, terbuka pula pengembangan potensi manusia secara penuh. Konsep kematian Tuhan memiliki tiga arti yang berbeda: 1) dari sudut pandang nihilisme negatif, ini berarti momentum Yudaisme dan kesadaran Kristen. 2) Dilihat dari sudut nihilisme aktif, pernyataan ini merupakan momentum kesadaran Eropa. 3) Dari sudut pandang nihilisme pasif, ia justru merupakan kesadaran Buddha. Deleuze mengatakan bahwa Nietzsche pada saat yang sama menyatakan “Tuhan telah menjadi manusia dan Manusia telah menjadi Tuhan”. Bisa diartikan bahwa manusia telah mempertuhankan dirinya, dan sebaliknya mereduksi makna tuhan menjadi sama dengan manusia. Deleuze setuju dengan pandangan umum yang menyatakan bahwa pernyataan Nietzsche itu sebagai bukti “ateisme” Nietzsche.
Tuduhan ateisme pada Nietszche disebabkan serangan-serangan tajamnya pada agama Kristen serta pernyataannya tentang “Tuhan sudah mati” dan yang membunuhnya adalah manusia sendiri. Gagasan kematian Tuhan disampaikan Nietzsche melalui bukunya The Gay Science (Die Frohliche Wissenschaft) yang disampaikan melalui aforisme “Orang gila” dan pernyataan Zarathustra. Kisah orang gila mengisahkan seorang yang mencari Tuhan dengan membawa obor yang menyala di siang bolong. Di semua tempat yang ia lalui ia bertanya pada orang “dimana Tuhan?” Orang-orang yang mengerumuni Zarathustra, menuduhnya orang gila, akan tetapi ia menyatakan bahwa ia benar-benar mencari Tuhan. Aku telah mencari Tuhan dimana-mana, tapi aku sudah tidak menemuinya. Aku ingin menyatakan pada kalian bahwa, “Tuhan sudah mati, Tuhan terus mati, dan kita semua telah membunuhnya” (Gott ist tot! Gott bleib tot! Und wir haben ihn getotet!) (lihat Aforisme nomor 125: 95-96, Nietzsche, 1990: 181-182)).
Pengertian Tuhan sudah mati yang dikemukakan Nietzsche sering ditafsirkan beragam: Ada yang mengekukakan sebagai kritiknya terhadap modernitas/kebudayaan modern; Kritik terhadap ilmu pengetahuan (tuhan) zaman modern; Kritik terhadap rasionalitas; serta kritik terhadap seni dan moral. “Tuhan mati” bisa juga berarti tuhan yang diciptakan manusia sendiri yang dinyatakan sebagai sumber nilai-nilai. Ada juga yang mengartikan bahwa pernyataan Nietzsche itu, sebagai satu ramalan akan munculnya zaman modern (abad XX) di mana manusia Barat tidak lagi mempercayai Tuhan. Sehingga tidak ada lagi bukti kepercayaan itu dalam kehidupan keseharian mereka. Jelas sekali bagi Nietzsche bahwa kepercayaan agama Kristen irrasional (tidak masuk akal) sedangkan moralitas yang muncul dari agama itu menindas dan menyebabkan orang bersifat lemah. Itulah yang kemudian disebutnya dengan moralitas budak. Karena itu pernyatannya tentang kematian Tuhan, sebagai satu serangan pada sikap hipokrit kaum beragama, serangan terhadap basis kepercayaan dan moralitas budak tersebut.
Nietzsche menganggap bahwa kepercayaan manusia Barat pada Tuhanlah yang merupakan pangkal semua masalah kemunduran dan taglid buta masyarakat. Dengan mematikan Tuhan Nietzsche berharap dapat menjadikan manusia sebagai manusia unggul yang menentukan segalanya berdasarkan kemauannyanya sendiri. Setelah membunuh Tuhan maka akan timbul kekosongan nilai-nilai universal yang berlaku, kondisi kekosongan inilah yang disebut Nietzsche dengan nihilisme. Untuk mengubah kondisi kekosongan nilai-nilai itu diperlukan keberanian untuk menjadikan semua potensi dan kemampuan manusia untuk mengatasi semua keterbatasannya. Potensi dan semua kemampuan manusia yang ada di dalam dirinya itulah yang disebut Nietzsche dengan Ubermensch. Kepercayaan pada Tuhan dalam pandangan Nietzsche bertentangan dengan konsep manusia yang sebenarnya, karena menunjukkan kelemahan manusia itu. Manusia terdiri dari badan dan jiwa, badan berproses menurut hukum biologis, sementara jiwa hanyalah sebuah nama yang terdapat dalam badan manusia. Dalam pandangan Nietzsche Tuhan yang digambarkan hanyalah proyeksi kesadaran manusia terhadap, kekuatan atau cinta di dalam dirinya.



b. The will to Power
The will to power merupakan konsep terpenting di dalam filsafat Nietzsche. Ia mengembangan konsep ini dari dua sumber utama: Schopenhauer dan kehidupan Yunani kono. Schopenhauer mengadopsinya dari gagasan Timur dan berkesimpulan bahwa alam semesta dikendalikan oleh suatu kehendak buta. Nietzsche mengenali adanya kekuatan di gagasan ini, dan menerapkannya dalam kaitannya dengan kemanusiaan.
Nietzsche menyimpulkan bahwa kemanusiaan di dorong oleh suatu kehendak untuk berkuasa (Will to Power). Semua impuls tindakan kita barasal dari kehendak ini. Seringkali kehendak untuk berkuasa ini di ubah dari ekspresinya yang semula, atay bahkan dialihkan ke bentuk lain, tapi tidak dapat di hindari semua itu selalu bermata air di tempat yang sama. Ajaran kristani mengkhotbahkan sesuatu yang sangat bertentangan dengan Will to Power, melalui gagasan-gagasannya akan kerendahan hati, cinta antara saudara, dan kewelasasihan. Tetapi, fakta yang sebenarnya memperlihatkan bahwa hal ini hanyalah suatu penyamaran yang cerdik dari Will to Power.
Will to Power yang dicanangkan oleh Nietzsche terbukti merupakan suatu alat yang ampuh ketika digunakan oleh Nietzsche untuk menganalisis motif umat manusia. Tindakan-tindakan yang sebelumnya tampak mulia atau terhormat kini terungkap sebagai sesuatu yang dekaden bahkan memuakkan.
Namun demikian, Nietzsche gagal untuk memberikan jawaban bagi dua hal penting. Jika Will to Power merupakan satu2nya ukuran, lalu bagaimana halnya dengan tindakan-tindakan yang sejak semula memang sama sekali tidak memiliki Will to Power di dalamnya? Ambilah sebagai contohnya kehidupan seorang santo atau seorang filsuf pertapa seperti Spinoza (filsuf yang dikagumi Nietzsche sendiri). Orang-orang ini jelas-jelas berkeinginan untuk meredam “kehendak untuk berkuasa” dalam diri mereka. Mengatakan bahwa santo dan filsuf pertapa itu menerapkan Will to Power atas diri mereka sendiri jelas-jelas akan memperlakukan konsep ini sedemikian rupa luwesnya, hingga hampir bisa dikatakan bahwa konsep ini sama sekali tidak bermakna. Yang kedua, konsep Will to Power ternyata adalah sesuatu yang bersifat sirkular: apabila upaya kita untuk memahami segala sesuatunya di alam semesta ini adalah sebuah upaya yang diilhami oleh “kehendak untuk berkuasa”, maka tentunya konsep “kehendak untuk berkuasa” itu sendiri diilhami oleh upaya Nietzsche untuk memahami segala sesuatunya.
Lepas dari semua itu, sebagai kata akhir dari konsep yang memiliki daya tembus luar biasa tapi berbahaya ini, konsep itu seharusnya dikembalikan pada pernyataan Nietzsche sendiri, “Sikap mengidam-idamkan kekuasaan telah mengalami berbagai perubahan selama berabad-abad, tetapi sumbernya tetap saja kawah yang sama.. Sesuatu yg pada zaman dahulu dilakukan orang “demi Tuhan”, sekarang ini kita lakukan “demi uang”.. Inilah yang saat ini menciptakan kepuasan terutama atas kekuasaan.”(Die Morgenrote [The Dawn], 204)
c. Ubermensch
Ubermensch adalah manusia super (superman) yang menentukan sendiri makna dan tujuan hidupnya, sebagai pengganti manusia yang ditentukan oleh Tuhan yang sudah mati. Ada istilah lain yang sama maksudnya dengan konsep ubermensch Nietzsche yaitu der letzte mensch atau the last man atau manusia terakhir. Manusia unggul adalah upaya untuk mencapai terus menerus keunggulan manusia.
Prototipe Superman ciptaan Nietzsche itu adalah tokoh rekaannya sendiri, Zarathustra. Ia adalah seorang tokoh yang penuh kesungguhan dan sangat membosankan. Perilakunya nenunjukkan gejala-gejala kegagalan mental yang berbahaya. Harus di yakini bahwa dongeng tentang Zarathustra itu adalah sebuah kisah perumpamaan. Namun, perumpamaan mengenai apa? Suatu perumpamaan tentang perilakukah? Ubermensch merupakan suatu tujuan hidup manusai didunia ini agar mereka kerasan dan gagasan tentang Ubermensch ini banyak diungkapkan dalam bukunya Also Sprach Zarathustra dimana didalam buku tersebut diungkapkan :
Lihatlah, aku mengajarkan Ubermensch kepadamu.
Ubermensch adalah makna dunia ini.
Biarkanlah kehendakmu berseru.
Hendaknya Ubermensch menjadi makna dunia ini.
(Also Sprach Zarathustra)
Melihat dari segi bahasa Über pada Übermensch mempunyai peran yang menentukan dalam membentuk seluruh makna Übermensch, dimana kehendak untuk berkuasa sebagai semangat untuk mengatasi atau motif-motif untuk mengatasi diri. Sehingga akan lebih tepat apabila Übermensch diartikan sebagai manusia unggul atau manusia atas.
Ubermensch adalah cara manusia memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia dan menengok ke seberang dunia, sehingga Nietzsche tidak lagi percaya akan bentuk nilai adikodrati dari manusia dan dunia, dan pemberian makna hanya dapat dicapai melalui Übermensch. Übermensch merupakan suatu bentuk manusia yang yang menganggap dirinya sebagai sumber nilai. Manusia yang telah mencapai Übermensch ini adalah manusia yang selalu mengatakan “ya” pada segala hal dan siap menghadapi tantangan, yang mempunyai sikap selalu mengafirmasikan hidupnya dan tanpa itu Übermensch tidak mungkin akan tercipta. Jadi Übermensch tidak pernah menyangkal ataupun gentar dalam menghadapi berbagai dorongan hidupnya yang dasyat.
Nietzsche terus mengungkapkan pentingnya keberanian yang harus dimilki oleh manusia atas atau manusia unggul. Manusia unggul harus berani menghadapi segala tantangan yang ada didepan, dan manusia harus berani menderita guna mencapai tujuan hidupnya yaitu mencapai Übermensch, bahkan keberanian itu harus ditunjukkan dalam menghadapi maut dengan diungkapkannya semboyan “Matilah pada Waktunya”.
Nietzsche juga percaya bahwa dengan berhadapan dengan konflik, maka manusia akan tertantang dan segala kemampuan yang dimilikinya dapat keluar dengan sendirinya secara maksimal, maka tidak mengherankan apabila Nietzsche sangat gemar seakali dengan kata-kata peperangan, konflik dan sebagainya yang dapat membangkitkan semangat manusia untuk mempunyai kehendak berkuasa. Nietzsche percaya bahwa jalan manusia menuju Übermensch dan langkah meninggalkan status kebinatangannya selalu dalam keadaan bahaya dan manusia adalah mahluk yang tidak ada henti-hentinya menyeberang atau transisisonal.(Nietzsche mengatakan bahwa manusia kedudukannya beraada ditengah-tengah status kebinatangan dan Übermensch).
Tracy B. Strong menjelaskan bahwa sikap Zarathustra dibentuk dari sintesa Yesus dengan Socrates. Socrates kritis terhadap kebiasaan-kebiasaan lokal yang ada pada kebudayaan yunani dengan metode dialektis yang menyatakan tidak pada segala sesuatu. Yesus tumbuh besar dilingkungan kekafiran.
Dalam Übermensch yang dibutuhkan adalah kebebasan dan aku ingin berkuasa dan yang menjadi ukuran keberhasilan adalah perasaan akan bertambahnya kekuasaan. Namun demikian tetap saja Übermensch hanya dapat dicapai dengan menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki manusia secara individual, dan rumusan Übermensch yang dirasakan tepat adalah yang diungkapkan oleh Curt Friedlin yaitu, kemungkinan paling optimal bagi seseorang diwaktu sekarang, dan bukanlah tingkat perkembangan yang berada jauh di depan yang hanya ditentukan secara rasional.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebesaran manusia ini hanya dapat dialami oleh orang yang mengarahkan dirinya pada Übermensch, yaitu suatu kemungkinan optimal seseorang berdasarkan potensialitas kemanusiannya atau dorongan hidupnya. Übermensch hanya dapat dicapai melalui kehendak untuk berkuasa sehingga manusia mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan mengatasi masalahnya tanpa harus bergantung pada moral dan agama (agama merupakan faktor penghambat) dan Übermensch tidak mungkin dapat ditunjuk dengan jari.
d. Nihilisme
Dasar pemikiran nihilisme Nietzsche dapat kita lihat sebagai konsekwensi dari pemikirannya tentang “Tuhan sudah mati” dengan kritik radikalnya terhadap “historisisme” yang diperolehnya dari penelitiannya terhadap budaya klasik. Nihilisme menurut Nietzsche baru benar-benar tercipta setelah “Tuhan telah mati”. Karena kematian tuhan menghapus semua nilai-nilai yang tertinggi atau “nama yang tersuci”. Nihilisme Nietszche sejalan dengan konsep ‘kematian Tuhan’ yang dikemukakannnya. Pandangan nihilisme ini juga terdapat hampir pada semua tulisannya, dan secara khusus dibahasnya pada buku The Will to Power (Der Wille zur Macht). Nietzsche mengartikan nihilisme sebagai nilai tertinggi yang mereduksi nilainya sendiri, yang tidak memiliki tujuan dan alasan apa-apa ( What does nihilism mean? That the higest values devaluate themselves. The aim is laking; “why” finds no answer”
Nihilisme dengan demikian dapat diartikan sebagai ketiadaan makna. Pandangan ini terkait dengan pandangan serta penolakan Nietzsche pada nilai-nilia absolut, karena itu yang ada adalah kekosongan nilai-nilai. Pandanga nihilisme Nietzsche adalah nihilisme yang sangat ekstrem. Tidak ada sesuatu yang benar, segalanya diperbolehkan, sehingga pernyataan dan pengakuan akan kebenaran dalam pandangan Nietzsche adalah palsu. Kritik Nietzsche terhadap historisime ia peroleh dari hasil penelitiannya terhadap budaya-budaya klasik dan modern. Dengan memahami masa lalu ia beranggapan bahwa ia dapat mengatasi sejarawan modern dengan menaikkan pemikirannya pada pemikiran suprahistoris, dimana semua norma-norma yang muncul semata-mata bersifat lokal dan kontingen. Dengan demikian ia menganggap bahwa semua nilai-nilai hanyalah produk budaya lokal.
e. Eternal Reccurence
Menurut Nietzsche, kita seharusnya bertindak seakan-akan hidup yang kita jalani ini akan terus berlanjut dalam satu pengulangan yang abadi. Setiap momen yang telah kita jalani dalam kehidupan ini akan dijalani berulang-ulang untuk selama-lamanya. Ini tentu saja tak lebih dari sebuah dongeng moral metafisika. Tetapi Nietzsche tetap ngeyel untuk menganggapnya sebagai sesuatu yang bisa dipercaya. Ia melukiskan hal ini sebagai sebuah “formula bagi keagungan umat manusia.”
Penegasan romantik yang luar biasa sekaligus mustahil akan pentingnya setiap momen dalam hidup kita, adalah nasihat Nietzsche agar kita menikmati hidup ini sampai pada kepenuhannya. Sebagai sebuah suguhan gagasan puitik, ada kekuatan didalamnya. Sedangkan sebagai suatu gagasan moral atau filosofis, gagasan ini secara hakiki merupakan suatu yang dangkal. Gagasan ini benar2 tidak mengandung pemikiran yang mendalam. Ungkapan klise “menjalani hidup sepenuhnya” paling tidak cukup bermakna, betapapun kaburnya makna tersebut. Setelah ditinjau bolak-balik, gagasan tentang “Eternal Reccurence” tampaknya tak mempunyai makna. Adakah di antara kita yang memang mengingat setiap kehidupan pengulangan kita masing-masing? Jika kita betul mengingatnya, maka niscaya kita akan sanggup melakukan perubahan dalam hidup kita. Jika kita tidak dapat mengingatnya, maka tak ada gunanya membicarakan hal itu. Sesungguhnya, bahkan bila gagasan Nietzsche ini ingin di anggap memiliki sebuah citra puitik, gagasan ini seharusnya memiliki lebih banyak substansi di dalamnya agar dapat dipandang sebagai sesuatu yang bukan semata-mata puisi kacangan. Gagasan ini terlalu buram untuk bisa di terapkan sebagai sebuah prinsip seperti yang dimaksudkan Nietzsche.

PENUTUP

Filsafat Nietzsche banyak membahas mengenai kehidupan. Dalam filsafat Nietzsche disebutkan bahwa hidup adalah sebuah penderitaan. Dalam filsafat ini diuraikan mengenai hal-hal apa saja yang dibutuhkan oleh manusia dalam menghadapi kehidupan yang merupakan penderitaan itu.
Gagasan utama dari Nietzsche adalah kehendak untuk berkuasa (Will to Power), dimana salah satu cara untuk menunjukkah kehendak untuk berkuasa ini diungkapkan melalui gagasannya tentang Übermensch (Overman taua Superman). Übermensch merupakan suatu tujuan hidup manusai didunia ini. “Tuhan telah mati” adalah sebagai salah satu pernyataan yang paling dikenal dari pemikiran Nietzsche.
Meskipun tidak semua pemikiran Nietzsche dapat diterima, namun ia tetap diakui sebagai pemikir besar, karena ia mengajukan berbagai permasalahan yang orisinil yang belum dipertanyakan sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta : Rajawali Press. 2009

Hassan, Fuad. Berkenalan dengan Eksistensialisme. Jakarta : Pustaka Jaya.1992

Levine, Peter. Nietzsche Krisis Manusia Modern(terj.). Yogyakarta : IRCiSoD. 2002

Sunardi, ST. Nietzsche. Yogyakarta : LkiS.1999

Strathern, Paul. 90 Menit Bersama NIETZSCHE. Jakarta : Erlangga. 2001



* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

0 komentar:

Copyright © 2009 - AQFA fil BLOG - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template